Tampilkan postingan dengan label 6. Panduan Ramadhan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 6. Panduan Ramadhan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 08 September 2010

Fiqih Mudik 2


Ada beberapa keringanan yang diberikan kepada orang musafir, diantaranya sebagi berikut :
1. Meng-qashar (memendekkan) shalat
2. Menjamak (menggabungkan) shalat
3. Tidak berpuasa Ramadhan dengan ketentuan wajib meng-qodho’
4. Mengerjakan shalat sunnah diata kendaraan dengan menghadapi sesuai arah kendaraan
5. Mengusap sepatu selama tiga hari tiga malam
Meng-qashar Dan Menjamak Shalat
Diperbolehkan bagi seorang musafir untuk meng-qashar (memendekkan) shalat yang berjumlah 4 raka’at menjadi 2 raka’at (shalat dhuhur, ashar dan isya’) dan menjamak (menggabungkan) dua shalat di satu waktu (antara dhuhur dengan ashar dan maghrib dengan isya’), baik diwaktu yang pertama (jamak taqdim) atau di waktu yang kedua (jamak ta’khir), berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Waktu mulai meng-qashar shalat : Para ulama sepakat bahwa seorang musafir baru diperkenankan untuk meng-qashar shalat, apabila ia telah meninggalkan kampungnya (Al-Ijma’ karya Ibnu Mundzir), berdasarkan hadits Anas ra :
Artinya : “Sesungguhnya Rasulullah SAW melaksanakan shalat dhuhur di madinah 4 raka’at dan melaksanakan shalat ashar di Dzul Hulaifah 2 raka’at.” (HR. Bukhari)
Cara meng-qashar dan menjamak shalat : Apabila seorang musafir telah meninggalkan kampunya dan tiba waktu shalat dhuhur, maka ia bisa menjamak sekaligus meng-qashar dhuhur dan ashar diwaktu tersebut. Bisa juga ia menunggu hingga tiba waktu ashar kemudian menjamak sekaligus meng-qashar dhuhur dan ashar di waktu ashar. Demikian pula ia bisa melakukan hal yang sama untuk shalat maghrib dan isya’
Ada tiga kondisi bagi seseorang untuk menjamak atau meng-qashar shalat dalam perjalanan :
Pertama : Jika musafir dalam keadaan jalan pada waktu shalat pertama (dhuhur dan Maghrib) dan singgah pada waktu shalat yang kedua (ashar atau isya’), seyogyanya ia menjamak shalatnya dengan cara jamak ta’khir. Menjamak seperti ini serupa dengan menjamak shalat di Muzdalifah pada saat haji.
Kedua : Jika musafir singgah di waktu shalat yang pertama dan dalam keadaan jalan diwaktu shalat yang kedua, maka seyogyanya ia menjamak shalatnya dengan cara jamak taqdim. Menjamak shalat seperti ini serupa dengan menjamak shalat di Arafah waktu haji.
Ketiga : Jika musafir singgah di setiap waktu shalat, maka yang sering dilakukan Rasulullah SAW tidak menjamak shalat, melainkan shalat pada waktunya masing-masing dengan cara di qashar. Beginilah yang dilakukan Rasulullah SAW ketika berada di Mina pada hari Tarwiyah.
Shalatnya seorang musafir dibelakang mukim (tidak safar) dan sebaliknya : Seorang musafir diperkenankan untuk bermakmum kepada seorang mukim dengan kewajiban menyempurnakan shalatnya sebagaimana shalatnya imam. Dan sebaliknya, seorang mukim diperkenankan untuk bermakmum kepada seorang musafir dengan kewajiban menyempurnakan shalatnya (menambah 2 raka’at lagi, setelah imam mengucapkan salam)
»»  READMORE...

Selasa, 07 September 2010

Fiqih Mudik 1


Ada bebarapa adab yang seyogyanya diketahui dan diperhatikan untuk dilaksanakan oleh pemudik/musafir, agar perjalanannya diberkahi oleh Allah SWT, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Mengharap ridha Allah SWT
Tetapkanlah niat untuk mengharapkan ridha Allah SWT semenjak anda memutuskan untuk bepergian, dan jauhkanlah segala keinginan mendapatkan kesenangan duniawi seperti pamer dan membanggakan diri, karena hal tersebut akan merusak pahala amal kebaikan, Allah SWT berfirman :
Artinya : “Katakanlah wahai Muhammad sesungguhnya shalatku, ibadahku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah.” (QS. 6:162)
2. Berbekal dengan yang halal
Berbekallah hanya dengan harta yang halal, karena harta haram akan menjadi penghalang terkabulnya do’a (lihat Shahih Muslim nomor 1015) dan akan mendatangkan murka Allah. Rasulullah SAW bersabda (yang artinya) : “Sesungguhnya Allah Dzat Yang Maha Baik dan Ia hanya menerima yang baik.” (HR. Muslim)
3. Menulis Wasiat
Disunnahkan bagi yang akan bepergian jauh untuk menulis wasiat (hak-haknya yang ada pada orang lain dan kewajiban-kewajibannya yang belum ditunaikan). Rasulullah SAW bersabda (yang artinya) : ”Seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang ingin diwasiatkan sudah harus menulis wasiatnya bila ingin menginap/bepergian dua malam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Mencari Teman Yang Baik
Orang yang akan bepergian dianjurkan untuk tidak bepergian seorang diri tanpa ada yang menemaninya, dan untuk itu hendaklah mencari teman yang baik, agar terjaga dari berbuat kesalahan selama dalam perjalanan. Rasulullah SAW bersabda (yang artinya) : “Seandainya orang mengetahui bahaya dalam kesendirian sebagaimana yang aku ketahui, niscaya tidak aka nada orang yang bepergian sendirian pada waktu malam hari.” (HR. Bukhari)
‘”Seseorang itu mengikuti agama teman dekatnya. Oleh karea itu hendaklay kalian memperhatikan siaya yang akan kalian jadikan teman dekat.” (HR. Abu Dawud)
5. Berpamitan
Disunnahkan bagi orang yang hendak bepergian untuk berpamitan kepada kerabat dan tetangganya, dan mengatakan :
Artinya : “Aku titipkan kalian kepada Allah, Dzat yang tidak menyia-nyiakan titipan yang dipasrahkan kepada-Nya.” (HR. Ahmad)
Dan disunnahkan bagi yang dipamiti mengatakan :
Artinya : “Semoga Allah membekalimu dan memudahkanmu untuk melakukan kebaikan dimanapun engkau berada.” (HR. Tirmidzi)
6. Berdo’a Ketika Keluar Dari Rumah
Disunnahkan ketika keluar dari rumah untuk bepergian membaca do’a sebagai berikut :
Artinya : “Dengan Nama Allah, aku berserah diri kepada-Nya, tiada daya dan upaya kecuali hanya dengan bantuan-Nya.” (HR. Abu Dawud)
7. Membaca Do’a Safar
Disunnahkan sebelum melakukan perjalanan membaca do’a safar sebagai berikut :
Artinya : “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Maha Suci Dzat yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya. Sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami. Ya Allah, kami memohon kebaikan, ketaqwaan dan kemampuan untuk melaksanakan amalan yang Engkau ridhai dalam perlananan kami ini. Ya Allah, rungankanlah perjalanan kami ini dan dekatkanlah jaraknya. Ya Allah, Engkau adalah Dzat yang menjaga teman kami dalam perjalanan ini dan Dzat yang menjaga keluarga yang kami tinggalkan. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sulitnya perjalanan, dari musibah buruk selama dalam perjalanan, dan dari bencana dalam harta benda dan keluarga pada waktu kepulangan kami.”
Dan dalam perjalanan pulang dilanjutkan dengan do’a sebagai berikut :
Artinya : “Kami adalah orang-orang yang pulang bertaubat, beribadah kepada-Nya dan memuji-Nya.” (HR. Muslim)
8. Memilih Ketua Rombongan
Disunnahkan bila ada rombongan yang mengadakan perjalanan, untuk mengangkat salah seorang diantara mereka menjadi pemimpin rombongan. Rasulullah SAW bersabda (yang artinya) : “Jika ada 3 orang mengadakan perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka sebagi pemimpin.” (HR. Abu Dawud)
9. Berdo’a Ketika Singgah Di Suatu Tempat
Bila Singgah di suatu tempat, disunnahkan untuk membaca do’a sebagai berikut :
Artinya : “Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakan oleh-Nya.” (HR. Muslim)
10. Bertakbir Ketika Melewati Jalan Menanjak Dan Bertasbih Ketika Melewati Jalan Menurun
Dianjurkan selama perjalanan untuk bertakbir ketika sedang melewati jalan menanjak dan bertasbih ketika melewati jalan menurun, sebagaimana pernyataan para sahabat Rasulullah SAW (yang artinya) : “Ketika kami melewati jalan naik kami bertakbir, dan apabila kami melewati jalan turun kami bertasbih.” (HR. Bukhari)
11. Memperbanyak Do’a Dalam Perjalanan
Do’a musafir adalah do’a yang mustajab (terkabul), maka hendaknya kita memperbanyak do’a ketika berada dalam perjalanan. Rasulullah SAW bersabda (yang artinya) : Ada tiga do’a yang dikabulkan tanpa perlu diragukan, yaitu : do’a orang yang teraniaya, do’a orang yang sedang safar dan do’a orangtua atas anaknya.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
12. Menolong Yang Kesulitan
Rasulullah SAW bersabda (yang artinya) : “Barang siapa mempunyai kelebihan kendaraan, hendaklah ia berikan kepada yang tidak mempunyai kendaraan, dan barang siapa mempunyai kelebihan bekal, hendaklah ia memberikannya kepada yang tidak mempunyai bekal.” (HR. Muslim)
13. Segera Kembali Setelah Urusan Selesai
Rasulullah SAW bersabda (yang artinya) : “Safar merupakan siksaan, karena menghalangi seseorang untuk bisa menikmati tidur, makan dan minum, Maka jika diantara kalian telah menyelesaikan keperluannya, hendaklah segera kembali ke keluarganya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
14. Melaksanakan Shalat Dua Raka’at
Disebutkan dalan hadits (yang artinya) : “Adalah Rasulluah SAW ketika dating dari perjalanan mendatangi masjid terlebih dahulu lalu melaksanakan shalat dua raka’at.” (HR. Bukhari dan Muslim)
15. Membawa Oleh-Oleh
Disunnahkan bagi yang bepergian untuk membawa oleh-oleh. Rasulullah SAW bersabda (yang artinya) : “Hendaklah kalian saling member hadiah, karena hal itu akan membuah kalian saling mencintai.” (HR. Baihaqi)

Bersambung....
»»  READMORE...

Selasa, 31 Agustus 2010

Amaliyah Pasca Ramadhan



1. ‘Idul Fitri
Ada dua ‘Id (Hari Raya) bagi umat Islam, yaitu ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha, yang keduanya adalah bagian dari syiar Islam yang seyogyanya dihidupkan
Hukum ‘Id
a. Diharamkan untuk berpuasa pada hari ‘Id, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang artinya :
“Nabi SAW melarang untuk berpuasa pada dua hari ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha.” (HR. Bukhari dan Muslim)
b. Disunnahkan bagi semua orang beriman, laki-laki dan perempuan, untuk keluar melaksanakan shalad ‘Id, sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam hadits Ummu ‘Athiyyah yang artinya :
”Kami diperintah Rasulullah SAW untuk mengeluarkan mereka pada hari ‘Idul Fitri dan ‘idul Adha, wanita yang baru baligh, , wanita haidh dan wanita yang dipingit. Dan agar wanita-wanita haidh tidak mendekat ke tempat sholat tetapi turut menyaksikan kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
c. Disunnahkan untuk melaksanakan shalat ‘Id secara berjamaah di lapangan, dengan takbir 7 kali pada raka’at pertama dan 5 kali pada raka’at kedua, sebagaimana diriwayatkan dari para sahabat, seperti Umar, Utsman, Ali, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit dan yang lainnya.
d. Disunnahkan bagi imam untuk berkhutbah setelah shalat ‘Id
e. Tidak ada shalat qabliyah dan ba’diyah di tempat shalat
Adab ‘Id
a. Mandi sebelum keluar untuk shalat ‘Id
b. Makan sebelum berangkat shalat ‘Idul Fitri
c. Bertakbir dimulai ketika berangkat menuju tempat shalat dan berhenti ketika imam datang
d. Kembali dari tempat shalat dengan tidak melalui jalan yang dilalui ketika berangkat
2. Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Disunnahkan atas orang beriman untuk berpuasa enam hari di bulan Syawal, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Ayyub Al-Anshari, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Barang siapa berpuasa Ramadhan, kemudian disambungnya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa selama satu tahun.” (HR. Muslim)
Dan disunnahkan untuk melakukan puasa ini sesegera mungkin, dimulai pada hari kedua dari bulan Syawal secara berurutan, meskipun diperkenankan juga untuk dilakukan dengan cara tidak berurutan, sebagaimana juga diperkenankan untuk dilakukan di tengah bulan atau di akhir bulan
»»  READMORE...

Rabu, 25 Agustus 2010

Fiqih I'tikaf


Secara bahasa, I’tikaf berarti menetap, mengurung diri atau menahan diri (QS 2:187). Adapun menurut pengertian syar’I I’tikaf berarti menerapnya seorang muslim/muslimah yang berakal sehat yang tidak sedang berhadats besar didalam masjid untuk melakukan ketaatan kepada Allah dengan cara-cara tertentu.
Para ulama telah sepakat, bahwa i’tikaf adalah salah satu bentuk ketaatan dan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah yang sangat dianjurkan, baik bagi laki-laki maupun perempuan, khususnya di bulan Ramadhan (QS. Al-Baqarah:187, HR. Bukhari dan Muslim)

Hukum i’tikaf

Mengenai hukum i’tikaf, para ulama membaginya menjadi dua macam yaitu wajib dan sunnah. I’tikaf wajib ialah i’tikaf yang disertai dengan nadzar, sedangkan menepati nadzar adalah wajib (QS. Al-Hajj:29, HR. Bukhari, Nasa’I dan yang lain). Sedangkan i’tikaf sunnah ialah i’tikaf yang dilakukan oleh muslim secara sukarela untuk ber-taqarrub kepada Allah dan untk meneladani Rasullullah SAW.
Adapun i’tikaf dibulan Ramadhan, khususnya di sepuluh hari terakhir, hukumnya adalah sunnah muakkadah.

Apa hukum i’tikaf bagi wanita muslimah?

I’tikaf disunnahkan bagi muslim maupun muslimah. Namun bagi muslimah jika hendak beri’tikaf di masjid hendaknya dilakukan bersama suaminya atau mendapat izin darinya. Jika belum punya suami, maka harus mendapat izin dari orang tua atau mahramnya. Dan dalam pelaksanaanya hendaknya tidak menimbulkan fitnah.
Syarat dan rukun i’tikaf :
1. Beragama Islam
2. Berakal/mumayyiz
3. Suci dari hadats besar (junub, haidh dan nifas)
4. Berniat
5. Dilaksanakan di masjid
Berapa lama kita melakukan i’tikaf?
I’tikaf wajib harus dilaksanakan sesuan dengan nadzar yang telah diucapkan. Sedangkan untuk i’tikaf sunnah, tidak ada batasan waktu tertentu. Seberapapun lamanya seseorang menetap dalam masjid dalam batas yang wajar untuk dikatakan sebagai menetap dengan niat untuk i’tikaf, maka hukumnya sah sebagai i’tikaf yang insya Allah berpahala
Adapun cara memulai i’tikaf, maka kapanpun ia masuk masjid dengan niat untuk i’tikaf, maka sejak saat itu berarti ia telah mulai i’tikaf sampai ia keluar dari masjid. Adapun yang hendah beri’tikaf selama sepuluh hari terakhir Ramadhan, maka seyogyanya ia mulai masuk masjid sebelum waktu terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan Ramadhan.
Yang disunnahkan dalam i’tikaf
1. Banyak melakukan ibadah sunnah, seperti shalat, membaca Al-Qur’an, bertasbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir, beristighfar, berdo’a dan bentuk-bentuk ketaatan lainnya
2. Mengkaji dan mengikuti kajian ilmu-ilmu syar’i
3. Seyogyanya melakukan ibadah-ibadah tersebut diatas dengan sendiri.
Yang dimakruhkan dalam i’tikaf
1. Banyak melakukan hal-hal yang tidak terkait dengan kepentingan i’tikaf
2. Banyak berkumpul untuk bercanda, bersenda gurau dan semacamnya
3. Diam dan tidak berbicara dengan menganggap hal tersebut adalah suatu bentuk kegiatan i’tikaf

Yang mubah (boleh dilakukan) dalam i’tikaf

1. Menemui keluarga yang menjenguk
2. Keluar masjid untuk menunaikan keperluan yang tidak mungkin untuk dihindarkan
3. Makan, minum dan tidur didalam masjid dengan keharusan menjaga kebersihan dan kerapiannya
Yang Membatalkan i’tikaf
1. Keluar dari masjid dengan sengaja tanpa ada keperluan yang diperbolehkan
2. Melakukan hubungan suami istri (berjimak)
3. Hilangnya akal karena mabuk atau gila
4. Haidh atau nifas
5. Murtad
»»  READMORE...

Senin, 23 Agustus 2010

Amaliyah Selama Ramadhan



Diantara amaliyah selama Ramadhan yang semestinya kita lakukan adalah sebagai berikut :
1. Berpuasa
Puasa adalah amaliyah terpenting dan teristimewa dalam bulan Ramadhan, karena ia bisa berfungsi sebagai sarana penghapus dosa, disamping ia adalah amal yang tidak ada bandingnya disebabkan karena kebaikannya akan dilipatgandakan dengan kelipatan yang tidak terhingga. Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : “Berpuasalah anda. Sesungguhnya puasa itu tidak ada bandingnya.” (HR. Nasa’i
Dan agar kebaikan-kebaikan puasa tersebut bisa kita raih secara optimal, maka hendaknya kita memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Berwawasan yang benar tentang puasa dengan mengetahui serta menjaga rambu-rambunya
b. Bersungguh-sungguh melakukan puasa dengan menepati aturan-aturannya
c. Menjauhi hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan menggugurkan nilai puasa, seperti perbuatan sia-sia dan perbuatan haram
d. Tidak meninggalkan puasa dengan sengaja walaupun sehari
e. Makan sahur dan men-ta’khir –kannya. Rasulullah SAW bersabda ;
Artinya : “Makan sahurlah kalian, karena dalam makan sahur itu ada barokah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya : “Jika seorang diantara kalian mendengar adzan, sedangkan bejana ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sebelum mewujudkan kehendaknya.” (HR. Hakim)
f. Berbuka dan menyegerakannya
Artinya : “Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
g. Berdo’a, terutama pada saat berbuka
Artinya : “Bagi seorang yang berpuasa adalah waktu berdo’a yang tidak ditolak, yaitu ketika berbuka.” (HR. Ibnu Majah)
Artinya : Ada tiga macam do’a yang mustajab yaitu do’a orang yang sedang puasa, do’a musafir dan do’a orang yang teraniaya.” (HR. Baihaqi)
2. Menghidupkan amalan dengan shalat (Qiyam Ramadhan)
Ramadhan disamping disebut dengan syahrus shiyamjuga disebut dengan syahrul qiyam. Hal tersebut disebabkan karena adanya perintah Rasullullah SAW untuk menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat malam yang kemudian disebut dengan istilah shalat tarawih. Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : ”Barang siapa menghidupkan malam (dengan shalat) di bulan Ramadhan karena iman dan berharap-harap ridha Allah, niscaya akan diampuni disa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Apa hukum shalat tarawih, dan apakah harus dilakukan secara berjamaah di masjid?
Nabi SAW mengajurkan agar kita menghidupkan malam Ramadhan dengan memperbanyak shalat. Hal itu antara lain daapat terpenuhi dengan mendirikan shalat tarawih disepanjang malamnya. Fakta adanya pemberlakuan shalat tarawih secara turun temurun sejak Nabi SAW hingga sekarang merupakan dalil yang tidak dapat dibantah mengenai pensyariatannya. Oleh karenanya para ulama mengatakan konsesnsus (ijma’) dalam hal tersebut.
Pada awalnya shalat tarawih dilaksanakan oleh Nabi SAW dengan sebagian sahabat secara berjamaah di masjid Nabawi. Namun setelah berjalan tiga malam, Nabi SAW membiarkan para sahabat melakukan shalat tarawih secara sendiri-sendiri, sebagaimana diceritakan oelh ‘Aisyat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim (yang artinya) : “Suatu saat ditengah malam Rasulullah SAW keluar untuk shalat di amasjid, maka beberapa sahabat pun bermakmum kepada beliau. Berita tersebut kemudian menjadi pembicaraan diantara para sahabat di pagi hari, sehingga pada malam kedua jumlah sahabat yang bermakmum kepada Rasulullah SAW bertambah lebih banyak dari sebelumnya. Berita bersetub kemudian menjadi pembicaraan diantara sahabat, shingga pada malam yang ketiga jumlah yang bermakmum pun bertambah banyak lagi. Ketika jumlah jamaah pda malam keempat bertambah sampai masjid tidak dapat menampungnya, Rasulullah SAW pun tidak keluar untuk mengimami shalat di malam tersebut hingga keluar untuk shalat shubuh. Kemudian setelah selesai shalat shubuh, Rasulullah SAW menghadap kepda para sahabat dan bersabda :
Artinya : “Sesunggunya tidak ada yang menghalangiku untuk shalat bersama kalian, akan tetapi aku khawati jangan-jangan akan dianggap sebagai kewajiban, dan kalian tidak sanggup melaksanakannya.”
Berapa jumlah rakaat shalat tarawih?
Mengenai shalat tarawih yang dilaksanakan Rasulullah SAW, ‘Aisyah ra berkata :
Artinya : “Rasulullah SAW tidak pernah shalat di malam Ramadhan atau di selainnya lebih dari sebelas raka’at, tetapi beliau shalat dengan panjang dan bagus.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun pada masa sahabat, setelah Rasulullah SAW wafat dan tidak ada lagi kekhawatiran akan anggapan wajibnya shalat tarawih, Umar bin Khattab menghimpun umat Islam untuk shalat tarawih dengan berjamaah dengan menunjuk Ubay bin Ka’ab dan Tamim bin Aus Ad-Dari untuk menjadi imam. Dan ternyata Ubay dan Tamim mengimami shalat dengan jumlah 21 dan 23 raka’at. Riwayat 21 raka’at terdapat dalam Mushanaf Abdur Rozaq, sedangkan riwayat 23 raka’at terdapat dalam Sunan Baihaqi. Keduanya dengan sanad yang shahih.
Lalu bagaimana kita menyikapinya?
Ibnu Hajar Al-‘Aswalani berkata : “Sesungguhnya perbedaan jumlah raka’at tersebut adalah perbedaan variatif sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Di satu waktu mereka shalat 1 raka’at, di waktu lain mereka shalat 21 raka’at, dan dalam kesempatan lain mereka shalat 21 raka’qt, sesuai dengan semangat dan kemampuan mereka. Apabila mereka shalat 11 raka’at, mereka shalat dengan sangat panjang sehingga mereka bertumpu pada tongkat. Dan apabila mereka shalat 23 raka’at, mareka shalat dengan bacaan yang pendek sehingga tidak memberatkan jamaah.”
Mayoritas ulama – termasuk empat imam madzhab – berpendapat bahwa shalat malam/tarawih, termasuk shalat sunnah yang tidak ada batas maksimal jumlah raka’atnya, meskipun sebagian mengatakan bahwa ada jumlah raka’at tertentu yang lebih utama daripada jumlah yang lain
Sesungguhnya persatuan, kebersamaan, kelembutan hati, dan kesucian hati adalah tujuan dari disyariatkan-nya ibadah – termasuk shalat – yang telah disepakati para ulama, sementara jumlah raka’at tarawih adalah hal yang diperselisihkan. Untuk itu estinya kita harus lebih mengedepankan kebersamaan dan persatuan yang merupakan tujuan dari shalat – daripada sibuk untuk saling berbantah tentang jumlah raka’at tarawih yang karenanya justru berpotensi memunculkan perpecahan dan perasaan saling membenci.
Dari itulah, seyogyanya kenyataan adanya perbedaan antar ulama dalam jumlah raka’at tarawih justru harus kita teima sebagai suatu bentuk “keleluasaan” bagi umat Islam, untuk dapat memilih mana yang lebih kondusif baginya sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dan hal itulah barangkali termasuk yang dikehendaki oleh cucu Abu Bakr Imam Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar ketika berkata :
Artinya : “Sesungguhnya perbedaan pendapat pada sahabat Rasusullah SAW (dalam cabang ibadah) itu adalah rahmat.”
Dan untuk itu, semestinya kita tidak terpancing untuk dengan mudah menyalahkan saudara kita yang kebetulan berbeda dalam jumlah raka’at shalat tarawihnya.
Dan karenanya, tidak seyogyanya kita mempermasalahkan saudara kita yang shalat tarawih 11 raka’at, 13 raka’at, 21 raka’at, 23 raka’at atau berapa saja yang dikehendaki sesuai dengan kondisinya.
Justru yang semestrinya harus kita perhatikan adalah bagaimana kita berupaya untuk membantu saudara-saudara kita yang belum mau shalat agar mau shalat bersama kita
3. Berinfaq, bershadaqah, dan member buka
Berinfaq, bersadaqah, dan member buka kepada orang yang berpuasa terutama di bulan Ramadhan adalah bentuk amal yang dijanjikan pahala besar, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW :
Artinya : “Sebaik-baik shadaqah adalah shadaqah di bulan Ramadhan.” (HR. Baihaqi dan Tirmidzi)
Dan Rasulullah pun memberikan contoh terbaik dalam hal ini, sebagai disebutkan dalam hadits :
Artinya : “Rasulullah SAW adalah orang yang paling pemurah dalam kebaikan dan lebih pemurah lagi di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Dan Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : “Barang siapa member ifthar kepada yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan pahala senilai pahala yang didapatkan orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahala yang berpuasa sedirkitpun.” (HR. Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Majah)
4. Banyak membaca Al-Qur’an
Membaca Al-Qur’an adalah amal yang diperintahkan untuk dilakukan setiap muslim setiap hari dan lebih ditekankan lagi pada bulan Ramadhan, hal tersebut karena Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an dan pada setiap Ramadhan Malaikat Jibril AS senantiasa dating kepada Rasulullah SAW untuk bertadarrus Al-Qur’an bersamanya
Dan membaca Al-Qur’an adalah aktivitas yang senantiasa menguntungkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Faaathir ayat 29-30 :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang senantiasa membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizqi yang Kami anugerahkan kepada meraka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”
5. Bertaubat
Allah SWT melalui firman-Nya dalam Al-Qur’an telah memerintahkan umat Islam untuk bertaubat (QS. Ali ‘Imran : 133 / QS An-Nur : 31). Bulan Ramadhan adalah waktu yang sangat tepat untuk memohon ampunan dari Allah SWT, karena banyaknya ampunan yang Allah berikan kepada hamba-Nya pada bulan tersebut. Bahkan pada bulan tersebut, banyak orang akan Allah bebaskan dari api neraka, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya yang artinya : “Sesungguhnya pada setiap malam dari bulan Ramadhan, Allah menetapkan orang-orang yang dibebaskan dari neraka.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
6. Memperhatikan aktivitas social dan dakwah
Pada setiap Ramadhan tiba, suasana religious terlihat dimana-mana, dengan meningkatnya kesadaran hamir setiap orang beriman untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dan dengan tumbuh suburnya perilaku keagamaan dimana-mana.
Kesempatan inilah yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para da’I untuk melakukan dakwah, membuka pintu-pintu hidayah dan menebar kasih saying kepada sesame, memakmurkan masjid-masjid dengan aktivitas keagamaan : taklim, kajian kitab, diskusi, ceramah dan lain-lain.
Berbeda dengan kesan dan perilaku umum sebagian orang tentang Ramadhan, Rasulullah SAW justru menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan yang penuh dengan aktivitas dakwah dan social. Hal tersebut bisa disimpulkan dari peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di bulan Ramadhan, seperti Perang Badar (tahun 2 H), Pembukaan kota Makka (tahun 8 H), Perang Tabuk (tahun 9 H), pengiriman enam sariyah (pasukan perang yang tidak disertai oleh Rasulullah SAW), penghancuran Masjid Dhirar dan yang lainnya.
Banyak aktivitas sosial yang bermanfaaat bagi masyarakat luas yang bisa kita lakukan terutama selama bulan Ramadhan, misalnyamenyelenggarakan bakti social di daerah-daerah yang membutuhkan (daerah bencana dan pemukiman miskin misalnya) dengan memberikan santunan berupa makanan, pakaian, kesehatan atau yang lainnya yang memang meraka butuhkan.
7. Meningkatkan ibadah pada 10 hari terakhir
Rasulullah SAW telah memberikan teladan kepada kita, dengan meningkatkan ibadah pada sepuluh hari terakhir Ramadhan dengan ber-i’tikaf di masjid siang dan malam. Ini beliau lakukan semenjak beliau hijrah ke Madinah hingga belau wafat (sebagaimana diriwayatkan oleh istri belau ‘Aisyah dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
Kemudian beliau memerintahkan kita untuk bersungguh-sungguh mencari malam Lailatu Qadar pada sepuluh malam terakhir Ramadhan dengan sabdanya :
Artinya : “Carilah malam Lailatu Qadar di sepuluh akhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
8. Membayar zakat fitrah
Sebagai penutup dari amaliyah Ramadhan, kita diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah atas nama diri kita dan atas nama mereka yang dibawah tanggung jawab kita, termasuk atas nama anak kita yang masih kecil, sebagaimana disebutkan dalam hadits :
Artinya : ”Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau gandum, kepada budak, orang merdeka, laki-lagi, perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari umat Islam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Diantara fungsi zakat fitrah ialah utnuk menyucikan puasa kita dari kata-kata kotor atau perbuatan sia-sia yang mungkin telah kita lakukan selama berpuasa dan sebagai bantuan bagi fakir miskin, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
Artinya : “(Zakat fitrah itu) menyucikan orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan dari kata-kata yang kotor.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Berapakah besarnya zakat fitrah yang harus kita keluarkan?
Besarnya zakat fitrah yang harus dikeluarkan adalah sebesar 1 sha’ atau kurang lebih 2,5 kg dari makanan pokok/beras. Dan tentu diperbolehkan dan lebih baik kalau memberi tambahan dari kadar/ketentuan tersebut, jika dimaksudkan untuk member santunan lebih kepada fakir miskin.
Dan menurut ulama madzhab Hanafi dan diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri dan Umar bin Abdil Aziz, diperbolehkan juga untuk mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk nilai/uang, jika lebih bernilai dan lebih bermanfaat bagi penerima. Namun untuk menjaga ashalah (orisinalitas) dan demi keluar dari perbedaan, sangat ditekankan untuk mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk makanan pokok/beras dan sedapat mungkin dengan kualitas yang terbaik.
Kepada siapakah zakat fitrah dibagikan?
Yang berhak menerima zakat fitrah (menurut para imam madzhab) adalah 8 golongan sesuai dengan QS At-Taubah : 60. Namun demikian, diutamakan dan diprioritaskan untuk fakir miskin.
Kapan kita membayar zakat fitrah?
Sebaiknya zakat fitrah dikeluarkan paling cepat 2 hari sebelum ‘Id dan paling lambat sebelum shalat ‘Id, sebagaimana dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW.
»»  READMORE...

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...