Senin, 23 Agustus 2010

Amaliyah Selama Ramadhan



Diantara amaliyah selama Ramadhan yang semestinya kita lakukan adalah sebagai berikut :
1. Berpuasa
Puasa adalah amaliyah terpenting dan teristimewa dalam bulan Ramadhan, karena ia bisa berfungsi sebagai sarana penghapus dosa, disamping ia adalah amal yang tidak ada bandingnya disebabkan karena kebaikannya akan dilipatgandakan dengan kelipatan yang tidak terhingga. Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : “Berpuasalah anda. Sesungguhnya puasa itu tidak ada bandingnya.” (HR. Nasa’i
Dan agar kebaikan-kebaikan puasa tersebut bisa kita raih secara optimal, maka hendaknya kita memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Berwawasan yang benar tentang puasa dengan mengetahui serta menjaga rambu-rambunya
b. Bersungguh-sungguh melakukan puasa dengan menepati aturan-aturannya
c. Menjauhi hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan menggugurkan nilai puasa, seperti perbuatan sia-sia dan perbuatan haram
d. Tidak meninggalkan puasa dengan sengaja walaupun sehari
e. Makan sahur dan men-ta’khir –kannya. Rasulullah SAW bersabda ;
Artinya : “Makan sahurlah kalian, karena dalam makan sahur itu ada barokah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya : “Jika seorang diantara kalian mendengar adzan, sedangkan bejana ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sebelum mewujudkan kehendaknya.” (HR. Hakim)
f. Berbuka dan menyegerakannya
Artinya : “Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
g. Berdo’a, terutama pada saat berbuka
Artinya : “Bagi seorang yang berpuasa adalah waktu berdo’a yang tidak ditolak, yaitu ketika berbuka.” (HR. Ibnu Majah)
Artinya : Ada tiga macam do’a yang mustajab yaitu do’a orang yang sedang puasa, do’a musafir dan do’a orang yang teraniaya.” (HR. Baihaqi)
2. Menghidupkan amalan dengan shalat (Qiyam Ramadhan)
Ramadhan disamping disebut dengan syahrus shiyamjuga disebut dengan syahrul qiyam. Hal tersebut disebabkan karena adanya perintah Rasullullah SAW untuk menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat malam yang kemudian disebut dengan istilah shalat tarawih. Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : ”Barang siapa menghidupkan malam (dengan shalat) di bulan Ramadhan karena iman dan berharap-harap ridha Allah, niscaya akan diampuni disa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Apa hukum shalat tarawih, dan apakah harus dilakukan secara berjamaah di masjid?
Nabi SAW mengajurkan agar kita menghidupkan malam Ramadhan dengan memperbanyak shalat. Hal itu antara lain daapat terpenuhi dengan mendirikan shalat tarawih disepanjang malamnya. Fakta adanya pemberlakuan shalat tarawih secara turun temurun sejak Nabi SAW hingga sekarang merupakan dalil yang tidak dapat dibantah mengenai pensyariatannya. Oleh karenanya para ulama mengatakan konsesnsus (ijma’) dalam hal tersebut.
Pada awalnya shalat tarawih dilaksanakan oleh Nabi SAW dengan sebagian sahabat secara berjamaah di masjid Nabawi. Namun setelah berjalan tiga malam, Nabi SAW membiarkan para sahabat melakukan shalat tarawih secara sendiri-sendiri, sebagaimana diceritakan oelh ‘Aisyat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim (yang artinya) : “Suatu saat ditengah malam Rasulullah SAW keluar untuk shalat di amasjid, maka beberapa sahabat pun bermakmum kepada beliau. Berita tersebut kemudian menjadi pembicaraan diantara para sahabat di pagi hari, sehingga pada malam kedua jumlah sahabat yang bermakmum kepada Rasulullah SAW bertambah lebih banyak dari sebelumnya. Berita bersetub kemudian menjadi pembicaraan diantara sahabat, shingga pada malam yang ketiga jumlah yang bermakmum pun bertambah banyak lagi. Ketika jumlah jamaah pda malam keempat bertambah sampai masjid tidak dapat menampungnya, Rasulullah SAW pun tidak keluar untuk mengimami shalat di malam tersebut hingga keluar untuk shalat shubuh. Kemudian setelah selesai shalat shubuh, Rasulullah SAW menghadap kepda para sahabat dan bersabda :
Artinya : “Sesunggunya tidak ada yang menghalangiku untuk shalat bersama kalian, akan tetapi aku khawati jangan-jangan akan dianggap sebagai kewajiban, dan kalian tidak sanggup melaksanakannya.”
Berapa jumlah rakaat shalat tarawih?
Mengenai shalat tarawih yang dilaksanakan Rasulullah SAW, ‘Aisyah ra berkata :
Artinya : “Rasulullah SAW tidak pernah shalat di malam Ramadhan atau di selainnya lebih dari sebelas raka’at, tetapi beliau shalat dengan panjang dan bagus.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun pada masa sahabat, setelah Rasulullah SAW wafat dan tidak ada lagi kekhawatiran akan anggapan wajibnya shalat tarawih, Umar bin Khattab menghimpun umat Islam untuk shalat tarawih dengan berjamaah dengan menunjuk Ubay bin Ka’ab dan Tamim bin Aus Ad-Dari untuk menjadi imam. Dan ternyata Ubay dan Tamim mengimami shalat dengan jumlah 21 dan 23 raka’at. Riwayat 21 raka’at terdapat dalam Mushanaf Abdur Rozaq, sedangkan riwayat 23 raka’at terdapat dalam Sunan Baihaqi. Keduanya dengan sanad yang shahih.
Lalu bagaimana kita menyikapinya?
Ibnu Hajar Al-‘Aswalani berkata : “Sesungguhnya perbedaan jumlah raka’at tersebut adalah perbedaan variatif sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Di satu waktu mereka shalat 1 raka’at, di waktu lain mereka shalat 21 raka’at, dan dalam kesempatan lain mereka shalat 21 raka’qt, sesuai dengan semangat dan kemampuan mereka. Apabila mereka shalat 11 raka’at, mereka shalat dengan sangat panjang sehingga mereka bertumpu pada tongkat. Dan apabila mereka shalat 23 raka’at, mareka shalat dengan bacaan yang pendek sehingga tidak memberatkan jamaah.”
Mayoritas ulama – termasuk empat imam madzhab – berpendapat bahwa shalat malam/tarawih, termasuk shalat sunnah yang tidak ada batas maksimal jumlah raka’atnya, meskipun sebagian mengatakan bahwa ada jumlah raka’at tertentu yang lebih utama daripada jumlah yang lain
Sesungguhnya persatuan, kebersamaan, kelembutan hati, dan kesucian hati adalah tujuan dari disyariatkan-nya ibadah – termasuk shalat – yang telah disepakati para ulama, sementara jumlah raka’at tarawih adalah hal yang diperselisihkan. Untuk itu estinya kita harus lebih mengedepankan kebersamaan dan persatuan yang merupakan tujuan dari shalat – daripada sibuk untuk saling berbantah tentang jumlah raka’at tarawih yang karenanya justru berpotensi memunculkan perpecahan dan perasaan saling membenci.
Dari itulah, seyogyanya kenyataan adanya perbedaan antar ulama dalam jumlah raka’at tarawih justru harus kita teima sebagai suatu bentuk “keleluasaan” bagi umat Islam, untuk dapat memilih mana yang lebih kondusif baginya sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dan hal itulah barangkali termasuk yang dikehendaki oleh cucu Abu Bakr Imam Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar ketika berkata :
Artinya : “Sesungguhnya perbedaan pendapat pada sahabat Rasusullah SAW (dalam cabang ibadah) itu adalah rahmat.”
Dan untuk itu, semestinya kita tidak terpancing untuk dengan mudah menyalahkan saudara kita yang kebetulan berbeda dalam jumlah raka’at shalat tarawihnya.
Dan karenanya, tidak seyogyanya kita mempermasalahkan saudara kita yang shalat tarawih 11 raka’at, 13 raka’at, 21 raka’at, 23 raka’at atau berapa saja yang dikehendaki sesuai dengan kondisinya.
Justru yang semestrinya harus kita perhatikan adalah bagaimana kita berupaya untuk membantu saudara-saudara kita yang belum mau shalat agar mau shalat bersama kita
3. Berinfaq, bershadaqah, dan member buka
Berinfaq, bersadaqah, dan member buka kepada orang yang berpuasa terutama di bulan Ramadhan adalah bentuk amal yang dijanjikan pahala besar, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW :
Artinya : “Sebaik-baik shadaqah adalah shadaqah di bulan Ramadhan.” (HR. Baihaqi dan Tirmidzi)
Dan Rasulullah pun memberikan contoh terbaik dalam hal ini, sebagai disebutkan dalam hadits :
Artinya : “Rasulullah SAW adalah orang yang paling pemurah dalam kebaikan dan lebih pemurah lagi di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Dan Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : “Barang siapa member ifthar kepada yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan pahala senilai pahala yang didapatkan orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahala yang berpuasa sedirkitpun.” (HR. Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Majah)
4. Banyak membaca Al-Qur’an
Membaca Al-Qur’an adalah amal yang diperintahkan untuk dilakukan setiap muslim setiap hari dan lebih ditekankan lagi pada bulan Ramadhan, hal tersebut karena Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an dan pada setiap Ramadhan Malaikat Jibril AS senantiasa dating kepada Rasulullah SAW untuk bertadarrus Al-Qur’an bersamanya
Dan membaca Al-Qur’an adalah aktivitas yang senantiasa menguntungkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Faaathir ayat 29-30 :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang senantiasa membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizqi yang Kami anugerahkan kepada meraka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”
5. Bertaubat
Allah SWT melalui firman-Nya dalam Al-Qur’an telah memerintahkan umat Islam untuk bertaubat (QS. Ali ‘Imran : 133 / QS An-Nur : 31). Bulan Ramadhan adalah waktu yang sangat tepat untuk memohon ampunan dari Allah SWT, karena banyaknya ampunan yang Allah berikan kepada hamba-Nya pada bulan tersebut. Bahkan pada bulan tersebut, banyak orang akan Allah bebaskan dari api neraka, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya yang artinya : “Sesungguhnya pada setiap malam dari bulan Ramadhan, Allah menetapkan orang-orang yang dibebaskan dari neraka.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
6. Memperhatikan aktivitas social dan dakwah
Pada setiap Ramadhan tiba, suasana religious terlihat dimana-mana, dengan meningkatnya kesadaran hamir setiap orang beriman untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dan dengan tumbuh suburnya perilaku keagamaan dimana-mana.
Kesempatan inilah yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para da’I untuk melakukan dakwah, membuka pintu-pintu hidayah dan menebar kasih saying kepada sesame, memakmurkan masjid-masjid dengan aktivitas keagamaan : taklim, kajian kitab, diskusi, ceramah dan lain-lain.
Berbeda dengan kesan dan perilaku umum sebagian orang tentang Ramadhan, Rasulullah SAW justru menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan yang penuh dengan aktivitas dakwah dan social. Hal tersebut bisa disimpulkan dari peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di bulan Ramadhan, seperti Perang Badar (tahun 2 H), Pembukaan kota Makka (tahun 8 H), Perang Tabuk (tahun 9 H), pengiriman enam sariyah (pasukan perang yang tidak disertai oleh Rasulullah SAW), penghancuran Masjid Dhirar dan yang lainnya.
Banyak aktivitas sosial yang bermanfaaat bagi masyarakat luas yang bisa kita lakukan terutama selama bulan Ramadhan, misalnyamenyelenggarakan bakti social di daerah-daerah yang membutuhkan (daerah bencana dan pemukiman miskin misalnya) dengan memberikan santunan berupa makanan, pakaian, kesehatan atau yang lainnya yang memang meraka butuhkan.
7. Meningkatkan ibadah pada 10 hari terakhir
Rasulullah SAW telah memberikan teladan kepada kita, dengan meningkatkan ibadah pada sepuluh hari terakhir Ramadhan dengan ber-i’tikaf di masjid siang dan malam. Ini beliau lakukan semenjak beliau hijrah ke Madinah hingga belau wafat (sebagaimana diriwayatkan oleh istri belau ‘Aisyah dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
Kemudian beliau memerintahkan kita untuk bersungguh-sungguh mencari malam Lailatu Qadar pada sepuluh malam terakhir Ramadhan dengan sabdanya :
Artinya : “Carilah malam Lailatu Qadar di sepuluh akhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
8. Membayar zakat fitrah
Sebagai penutup dari amaliyah Ramadhan, kita diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah atas nama diri kita dan atas nama mereka yang dibawah tanggung jawab kita, termasuk atas nama anak kita yang masih kecil, sebagaimana disebutkan dalam hadits :
Artinya : ”Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau gandum, kepada budak, orang merdeka, laki-lagi, perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari umat Islam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Diantara fungsi zakat fitrah ialah utnuk menyucikan puasa kita dari kata-kata kotor atau perbuatan sia-sia yang mungkin telah kita lakukan selama berpuasa dan sebagai bantuan bagi fakir miskin, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
Artinya : “(Zakat fitrah itu) menyucikan orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan dari kata-kata yang kotor.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Berapakah besarnya zakat fitrah yang harus kita keluarkan?
Besarnya zakat fitrah yang harus dikeluarkan adalah sebesar 1 sha’ atau kurang lebih 2,5 kg dari makanan pokok/beras. Dan tentu diperbolehkan dan lebih baik kalau memberi tambahan dari kadar/ketentuan tersebut, jika dimaksudkan untuk member santunan lebih kepada fakir miskin.
Dan menurut ulama madzhab Hanafi dan diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri dan Umar bin Abdil Aziz, diperbolehkan juga untuk mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk nilai/uang, jika lebih bernilai dan lebih bermanfaat bagi penerima. Namun untuk menjaga ashalah (orisinalitas) dan demi keluar dari perbedaan, sangat ditekankan untuk mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk makanan pokok/beras dan sedapat mungkin dengan kualitas yang terbaik.
Kepada siapakah zakat fitrah dibagikan?
Yang berhak menerima zakat fitrah (menurut para imam madzhab) adalah 8 golongan sesuai dengan QS At-Taubah : 60. Namun demikian, diutamakan dan diprioritaskan untuk fakir miskin.
Kapan kita membayar zakat fitrah?
Sebaiknya zakat fitrah dikeluarkan paling cepat 2 hari sebelum ‘Id dan paling lambat sebelum shalat ‘Id, sebagaimana dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW.

1 komentar:

  1. smoga puasa kita tidak hanya mendapatkan haus dan lapar saja..amien

    BalasHapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...