Jumat, 20 Agustus 2010

Penetapan Awal Dan Akhir Ramadhan


Ada dua metode yang dijadikan dasar oleh para ulama untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan, yaitu :
1. Metode Rukyatul Hilal (Dengan Melihat Hilal),
Bila hilal terhalang sehingga tidak terlihat pada saat dilakukan rukyah, maka bulan Sya’ban disempurnakan menjadi tiga puluh hari. Hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah SAW :
Artinya : “Berpuasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah (berhari rayalah) kalian karena melihat hilal, jika hilal tidak nampak atas kalian maka sempurnakanlah jumlah hari bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pada metode inipun, sebagian ulama memakai prinsip wihdatul mathali’ (kesamaan masa terbit), dalam arti : apabila ada seorang muslim melihat hilal di suaru daerah, maka umat Islam di daerah lain berkewajiban untuk menyesuaikan. Dan Sebagian ulama lain memakai prinsip ikhtilaful mathali’ (perbedaan masa terbit), dalam arti : apabila seorang muslim di suatu daerah melihat hilal, maka tidak mewajibkan umat Islam di daerah lain yang belum melihat hilal untuk berpuasa karenana.

2. Metode Hisab
Adalah mentakdirkan adanya hilal dengan ilmu falak. Metode ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW :
Artinya : “Janganlah kalian berpuasa sebelum melihat hilal, dan janganlah kalian berbuka (berhari raya) sebelum melihat hilal, dan jika mendung menyelimuti kalian, maka perkirakanlah hilal itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mutharrif bin Abdullah bin Assyikhir (took tabi’in), Abul Abbas bin Suraij, Ibnu Qutaibah dan lainnya mengatakan : makna faqtzuruulahu ialah ‘perkirakan hilal itu berdasarkan hisab/ilmu falak’.

Pada metode ini, sebagian ulama memakai prinsip wujudul hilal, dalam arti : apabila hilal sudah wujud (ada) diatas ufuk dengan tanpa melihat tinggi posisinya, maka ditetapkan keesokan hari sudah masuk bulan baru. Dan sebagian ulama lain memakai prinsip imkaniyatur rukyah, dalam arti bahwa keberadaan hilal diatas ufuk tersebut harus dalam posisi yang memungkinkan untuk di-rukyah, untuk bisa dijadikan ukuran masuknya bulan baru.

Yang penting untuk dicatat, dalam sejarah Islam perbedaan metode-metode ini ternyta hanya ada dalam bentuk wacana dan teori. Dalam aplikasinya belum pernah ada dalam satu negara atau satu daerah terjadi perbedaan dalam mengawali puasa Ramadhan atau mengakhirinya (ber-Idul Fitri). Sebabnya karena penentuan awal bulan termasuk dalam kategori masalah ijtihadiyan yang hasilnya nisbi (mungkin benar atau salah), sementara kebersamaan dan persatuan antar umat Islam adalah sebuah kepastian. Disamping itu, juga, juga sesuai dengan sabda Rasulullah SAW (yang artinya) : ”Puasa adalah di hari dimana kalian semua berpuasa, berbuka adalah di hari dimana kalian semua berbuka, dan ‘Idul Adha adalah di hari dimana kaliah semua berbuka, dan ‘Idul Adha adalah di hari kalian semua berkurban.” (HR. Tirmidzi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...